Mengasah Nalar, Membangun Peradaban: Denyut Nadi Literasi di Kehidupan Mahasiswa
- Diposting Oleh Admin Web Prodi MPI
- Kamis, 12 Oktober 2023
- Dilihat 10 Kali
Oleh: PORSI MPI
Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi mahasiswa, ia sebenarnya sedang memilih jalan untuk menjadi seorang pemikir, yaitu pribadi yang tidak hanya menelan mentah-mentah materi kuliah, tetapi juga mampu berpikir kritis dan memberi warna bagi sekitarnya. Di tengah lautan informasi yang kadang jernih namun tak jarang keruh, ada satu kompas yang mutlak diperlukan: literasi. Makna literasi hari ini sudah jauh melampaui sekadar bisa baca-tulis. Ia adalah kecakapan untuk mengerti, menimbang, mengkritisi, hingga akhirnya melahirkan gagasan baru dari beragam informasi yang kita temui. Bagi mahasiswa, literasi ibarat kunci untuk membuka semesta pengetahuan sekaligus benteng pertahanan dari gelombang hoaks dan disinformasi.
Urgensitas kegiatan literasi ini terasa begitu nyata dalam keseharian di dunia akademik. Mahasiswa dengan kemampuan literasi yang baik sanggup "berdialog" dengan teks-teks berat, mulai dari jurnal ilmiah hingga buku-buku referensi yang tebal. Tanpa kemampuan ini, bahan bacaan tersebut hanya akan terasa seperti tumpukan kata tanpa makna. Lebih dari itu, literasi adalah percikan api yang menyalakan nalar kritis. Mahasiswa yang literat tidak hanya tahu, tetapi paham; ia mampu merangkai benang merah antar-konsep, mencium adanya kejanggalan dalam sebuah argumen, dan berani menyuarakan gagasannya sendiri. Pada akhirnya, tugas seperti makalah atau skripsi tidak lagi menjadi beban, melainkan kanvas untuk menuangkan analisis yang tajam dan orisinal.
Arena pembuktian literasi tidak berhenti di gerbang kampus. Dunia kerja dan masyarakat menanti lulusan yang cakap berkomunikasi, cepat beradaptasi, dan bijak dalam menyaring informasi. Keterampilan menyusun laporan yang runut, merancang proposal yang meyakinkan, atau bahkan sekadar menjaga citra diri di dunia maya, semuanya berakar dari kebiasaan berliterasi. Mahasiswa yang akrab dengan budaya membaca dan berpikir kritis cenderung lebih tangguh; ia tidak mudah goyah oleh berita bohong karena sudah terbiasa untuk selalu memeriksa ulang sumber dan melihat persoalan dari kacamata yang berbeda. Apalagi tergiring oleh propaganda yang menyesatkan.
Kesadaran akan peran vital ini mulai tumbuh subur di lingkungan kampus. Salah satu tunas gerakan yang patut didukung adalah program Poros Literasi (Porsi) dari Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) IAIN Madura. Program semacam Porsi menjadi ruang temu yang hangat bagi mahasiswa untuk mengasah pisau analisis mereka. Lewat kegiatan workshop yang santai namun berisi, Porsi mengubah literasi dari sebuah aktivitas sunyi seorang diri menjadi sebuah perayaan gagasan bersama. Inisiatif seperti inilah yang menyuntikkan energi baru ke dalam ekosistem akademik, membuatnya lebih hidup dan dinamis.
Kita bisa melihat bahwa literasi bagi mahasiswa bukanlah sekadar aksesori intelektual, melainkan denyut nadi yang menghidupi seluruh proses pendewasaan berpikir mereka. Ia adalah bekal untuk berprestasi di kelas, amunisi untuk bersaing di dunia kerja, dan fondasi untuk menjadi warga negara yang peduli. Karena itu, setiap upaya untuk menyuburkan budaya literasi, seperti yang dirintis oleh Porsi Prodi MPI IAIN Madura, adalah sebuah investasi berharga. Sebab, dengan melahirkan generasi mahasiswa yang literat, kita sedang merawat harapan akan masa depan peradaban yang lebih tercerahkan.